Welcome to Malia Nafia Rahayu's blog

Blog is the right place for me to share my mind

Tuesday, November 5, 2013

Senja Kelabu di Mata Rana

Sore itu matahari tak menampakkan keindahannya. Keindahannya tertutup  oleh kabut kelabu yang sangat mengganggu penglihatan orang-orang yang sedang menikmati sore. Kabut kelabu itu datang seperti tak mengerti bahwa banyak ribuan mata yang sedang asyik berjuang melawan jalanan untuk tiba ke tempat mereka masing-masing.

Di sore senja itu, Rana, wanita baik, sempurna, penuh semangat hidup yang tinggi, percaya bahwa segala sesuatu yang ia harapkan akan mungkin terjadi dengan usaha lahir maupun batin, seorang wanita yang kuat; berprestasi; dapat meraih segala target dan keinginan hidupnya, seorang yang suci dan tulus, seorang pekerja keras yang tak kenal lelah untuk memperjuangkan apapun yang ia inginkan; yang ia harapkan, seorang yang selalu memuja laki-laki yang belum pasti namun ada keyakinan kuat di dalam hatinya, seorang yang hanya bisa menatap laki-laki pujaannya dari kejauhan; tak ada sedikitpun ada keinginan untuk mendekati dan memperlihatkan isi hatinya meskipun ia tahu betul bahwa ada rasa yang kuat didalam hatinya untuk lelaki tersebut; ia selalu menjaga kesucian perasaan tersebut agar indah pada waktunya. Rana, sedang meratapi langit senja kelabu ini.

Rana, seorang gadis paruh baya yang pernah merasakan getir manis pahit kehidupannya di luar, tahu betul seperti apa hal-hal baik maupun buruk yang pernah ia lakukan. Rana seorang gadis yang kuat, suatu hari di tahun baru, ia berjanji pada dirinya untuk menjadikan pribadinya yang jauh lebih baik. Ia tinggalkan semua kehidupan kelamnya, ia pupuk kehidupan suci nan kekal kelak disana. Memupuk amalan baik demi mensucikan hati, diri, dan pikiran. 
"Rana keluar dari zona nyamannya..."

Orang-orang yang mengelu-elukannya sama bertanya kemana perginya Rana saat ini, dimana ia berada, apa kabar ia, sudah sejauh apalagi ia melangkah mencoretkan warna-warna baru dalam kertas putih kehidupannya. Ya, semuanya sama-sama merindukan Rana, namun sayang ia telah meninggalkan itu semua. Sudah cukup semua getir kehidupan ia rasakan, baginya, kehidupan duniawinya sudah terpenuhi, saatnya memperbaiki diri untuk surgawinya. Di kehidupan barunya, Rana bertemu kembali dengan pria yang pernah ia kagumi sebelumnya, pria yang sempat menghilang dari benaknya karena kesibukan duniawinya. Lelaki suci yang ia yakini dapat menjaganya dalam urusan dunia maupun akhirotnya.

Hari itu Rana sangat bersemangat, hari ini ia akan bisa menatap pujaannya lebih dekat. Kesempatan datang padanya untuk bisa berada disamping Abrian, seorang pria pujaan Rana yang insya Allah bisa membimbingnya ke surga yang kekal. Namun kesempatan itu tak ia hiraukan, ia sangat menjaga kehati-hatiannya agar segalanya bisa berjalan sesuai dengan syariat yang sesuai. Rana hanya bisa melihat punggung, lengan tangan kiri, dan pipi kirinya. Meski demikian Rana sungguh bersyukur. Ia tak tahu apa yang membuatknya mengagumi pria ini, pria yang banyak dipojokkan oleh orang lain bahkan oleh teman-teman terdekatnya. Baginya, Abrian sangat sempurna. Masalah hati, hanya Tuhan yang dapat membolak-balikkannya.

Di sore itu Rana mendengar cerita dari sahabat dekatnya, yang juga sahabat Abrian, paras Rana yang ceria dan elok bagaikan bunga yang baru dewasa dan semerbak harumnya berubah menjadi langit hitam yang ingin memancarkan kilat besar seakan-akan ingin hujan. Tak ada ketetapan dari Abrian, tak ada kepastian darinya, tak ada keinginan kuat untuk memperjuangkan  perkara hatinya meski Abrian tahu bahwa ia menginginkannya. Banyak pihak menantang, namun ia tak berusaha untuk mencekalnya, berusaha melawannya.
Rana siap mengarungi tantangan, namun Abrian diam di tempat...

Rana yang selalu mengaguminya, mendoakannya dalam setiap doa, mengharapkan yang terbaiklah yang terjadi padanya; lelah.... 
"Tak bisa jika hanya salah satu yang berjuang sendiri..."
Rana yang telah dapat menerima apapun kekurangan Abrian selalu semangat dan bersedia menutupi kekurangan tersebut dengan segala kuasanya tak bisa berbuat lebih, keputusannya sudah bulat. Bertahun-tahun Rana menunggu dan mengharapkannya namun Abrian tak melakukan usaha lebih jauh.

Hati Rana bergejolak, apalagi di sore itu ia melihat Abrian sedang asyik dengan wanita yang baru saja ia kenal. Sangat asyik mereka mengobrol. Hati Rana berkecamuk sungguh hebat. Keputusan Rana semakin bulat, tak ada lagi yang harus diperjuangkan, semua sudah berakhir. Harapan itu mungkin masih ada, tapi hati Rana sudah pecah bagaikan kapal yang karam ditengah samudra yang memuntahkan segala isinya kedalam air biru yang begitu dalam, menelan begitu banyak korban, menghancurkan banyak harapan indah, semua luluh lantak tak berdaya. Rana mengkristalkan segalanya dengan butiran air mata indah yang turun membasahi pipinya. Semuanya isi hatinya ia tumpahkan tak tertahan sedikitpun. 
Rana telah menyerah...

Senja itu telah menjadi saksi buta seperti apa gejolak hatinya...
Rana menjumpai titik terendah dalam hidupnya untuk yang kedua kalinya...

Rana sang gadis sempurna nan elok parasnya, tak berhenti sampai disitu. Ia akan berputar 360 derajat, ia akan lupakan Abrian sekuat kemampuannya, lelaki yang tak bisa menjaga perasaannya, yang tak bisa berjuang meski Rana sudah ingin berjuang, yang tak mampu memberikan kepastian meskipun Rana tak mengharapkan kepastian itu begitu dalam.

Rana bangkit kembali di malam yang sunyi ini...
Matanya berbinar-binar menatap masa depannya, tak ada lagi kata-kata ataupun bayangan tentang kumpulan abjad yang apabila disatukan terbaca "A-b-r-i-a-n".
Rana akan mengejar mimpi duniawinya kembali, memberikan kasih sayang seutuhnya untuk orang-orang yang ia cintai, dan menemukan harapan baru. Rana akan membuktikan ia mampu bangkit tanpa ada sosok pria itu didalam kehidupannya.

Rana berapi-api kembali...
Hilang sudah air mata ini...
Senja kelabu sudah lewat...

No comments:

Post a Comment